Selasa, 09 April 2019

Elegi Kepergian

Siapa kita; kau dan aku
Sebuah jarak, dimana angka tak mampu membilangnya.
Sebuah waktu, dimana umur tak mampu menghitungnya.
Sebuah kata, dimana huruf tak mampu membacanya.
Sebuah kalimat, dimana tanda baca tak mampu menetapkannya.
Sebuah udara, dimana nafas tak mampu menghirupnya.
Sebuah doa, dimana mulut tak mampu merapalnya.
Sebuah jalan, dimana langkah tak mampu mencapainya.
Sebuah tebing, dimana tangan tak mampu menggapainya.
Sebuah lagu, dimana telinga tak mampu mendengarnya.
Sebuah, sebuah, sebuah. Sampai akhirnya kita kembali menjadi dua buah yang menyatu--sebuah.

Rabu, 22 Agustus 2018

Saat semuanya terlihat sama

Disini aku termenung meratap sunyi. Denganmu bersama kerabat yang kau anggap seperti saudara se-ibu, dan mereka sekalian yang kau jadikan saudara dari keluarga besarmu.

Tiang dari fiber ini menjadi teman cerita punggungku selama setengah jam lamanya. Terpuruk, tenggalam dalam keramaian kepala yang tak kelihatan tubuhnya.
Semuanya terlihat sama dari masing-masing kelompoknya, tak ada yang bergerak, tak sedikit pun beranjak, tak henti-hentinya berteriak, rasanya aku ingin mengeluarkan riak.

Cuiihh.


22 Juli 201

Teruntuk kau, puan ku

Teruntuk kau, puan ku.
Kau tahu mengapa sengajaku terjang hujan? Sebab, aku suka hujan jatuh ke tanah daripada hujan dimatamu.

Bukan bermaksud membuat kau tersenyum. Bukan juga kagum. Tapi, hanya kau dan aku yang dapat merangkum. Membuat perasaan ini menguntum.

Jika hujan turun ke tanah, jangan beri tahu aku. Aku sudah tahu. Jika hujan jatuh dimatamu. Cepat beritahu aku. Bukan untuk ku habisi orang yang menciptakannya. Melainkan akan ku buat riang orang itu, agar ia tahu betapa berharganya sebuah senyum yang timbul dari hati.

Hujan diawal Agustus malam

Di puisiku ada kamu

Entah dengan puisi atau tidak, aku tetap mencintaimu. Sampai seluruh kata-kataku tiada. Dan yang perlu kau tahu, kata-kataku tiada jeda.

Puisiku bukan soal yang terhebat. Ku buat dengan kejujuran sangat. Aku tak pernah peduli lolongan-lolongan laknat. Baiknya, kita jalani saja, bila perlu sampai usai kiamat.

Apakah kau tahu aku tak pernah menaruh hati pada puisi-puisiku? Sebab, puisiku dihati, bukan hatiku dipuisi. Tak sepantasnya ku balikkan hati ini.

Kau, cintaku

Dengan alasan cinta mereka mampu melakukan hal diluar batas kewarasan
Dengan alasan cinta mereka mampu berbaik hati tak seperti kebaikannya
Dengan alasan cinta mereka mampu berbuat buruk tak seperti keburukannya
Dengan alasan cinta mereka mencoba menjadi siapapun, membuat lawannya senang

Itu semua dengan alasan
Aku mencintaimu tanpa alasan
Aku mencintaimu dengan yang aku miliki
Meski sedikit, berharap tak jadi sakit
Aku tak pernah berusaha menjadi siapa dan
bagaimana untuk selayaknya kau cintai.

14 agustus 2018

Rindu hujan lalu

Adalah aku yang masih merindukanmu, tetap merindukanmu, dan selalu merindukanmu. Disetiap deru nafasku menjadikan alunan nada-nada yang membentuk anggota tubuhmu. Bermaksud mengusir rindu dengan segala macam hulu.
*
Biarkan kemarau selalu memayungimu. Merindukan hujan yang tak kunjung temu. Tanah ini sudah rindu akan tetes-tetesannya. Aku rindu khas bau tanah ketika bertemu air. Aku benci debu, ia hanya menjadikan aku dimatamu tabu. Menjadikan aku dinafasmu bersedu-sedu.

Hujan hanyalah sebuah harapan yang disampaikan langit kepada awan mendung dengan kedatangannya yang tak pasti. Tapi aku suka itu, aku belajar untuk bertahan meski bertahun, tambah sabar dan perlahan tumbuh subur.
*
Jikalau aku seorang kartunis maka akan kubuat pecahan matamu didalam sebidang kertas yang berwarna jingga merona. Mewarnai aku, menjadikan penuh disaat aku kosong. Bersabda kepada langit sore dengan lukisan matamu ini.

Jangan mudah percaya dengan kejujuran. Menyelamlah ke dialognya dan temukan hujan yang selalu basah ditenggorokannya. Cintailah hujan; selalu tabah dan tidak mudah dikira.

Dia meninggalkanmu agar bisa merindukanmu. Sampai akhirnya temu; membuktikan mana yang lebih tabah, hujan atau matamu.
*
Aku selalu merindukanmu, tetap merindukanmu, dan masih merindukanmu meski hujan tak kunjung temu, meski langit tak lagi sendu, meski aku tak ada lagi dimatamu.

18 Juli 2018

Matamu yang memancarkan warna-warni hitam putih

Disepasang bola matamu aku melihat senang, sedih, sendu, bahagia yang tak pernah ada pura-pura lagi. Semua lengkap dimatamu. Seluruh aku pun sepakat, bahwa kau kesempurnaan untukku sepaket.

Kerap ku lihat matamu, doaku terlantun diam-diam. Terbang, dibawa sang malaikat. Setelahnya, aku melihat senyummu yang melekat.

Tiba saatnya; mataku menatap matamu, begitu sebaliknya. Keheningan menjadi musik pengiring tarian kita yang diam. Kebahagiaan mengisi dikepala bagian dalam.

Jika kedua bola mata kita bertemu, aku tak pernah bisa berbohong tentang ada apa ditubuhku. Apakah tatto atau panu. Aku seperti telanjang; tak mampu menutupi
bahwa aku benar-benar mencintaimu. Sebegininya mencintaimu.

Akhirnya aku menemukanmu. Rumah; berawal masing-masing, dan tak pernah membuatku asing.

21 Agustus 2018